Akhir-akhir ini masyarakat Tangerang digegerkan dengan adanya pagar laut 30 km yang terpasang di perairannya. Pagar yang terbuat dari bambu tersebut bukan milik nelayan atau pihak tertentu karena tidak diketahui kapan dibangun dan oleh siapa pelakunya.
Yang pada akhirnya membuat masyarakat mengadukannya kepada pemerintah untuk diketahui apa sebenarnya terjadi. Jika tidak dari aduan warga juga pemerintah Tangerang nyatanya bahkan tidak mendeteksi adanya pergerakan pembangunan pagar tersebut di areanya.
Pelanggaran Pembangunan Pagar Laut 30 Km Tanpa Izin di Tangerang
Kejadian ini tentu membuat perhatian pemerintah daerah setempat dan juga pemerintah pusat. Bagaimana bisa pagar dengan ukuran sangat panjang mampu berdiri dengan mudahnya tanpa diketahui izin dan asal usul pasti.
Tentu menyalahi aturan pembangunan di wilayah kekuasaan perairan dilakukan secara sembarang. Pemerintah akhirnya menurunkan langsung pihaknya untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut hingga rencana pembongkaran.
1. Kabar Penemuan Pagar Laut 30 Km Oleh Warga
Menurut dari data yang diungkapkan oleh Pemerintah Daerah Kepala DKP Provinsi Banten menyebutkan kabar tersebut diterima dari aduan warga. Tepatnya diberitahukan pada 14 Agustus 2024 dan langsung dilakukan penindakan pengecekan ke lokasi.
Hingga pada awalnya ditemukan hanya sepanjang 7 kilometer dan terus dilakukan investigasi bersama pihak lain seperti TNI. Hingga mulai menemukan titik terang panjang pagar laut 30 km ditemukan membentang di wilayah pesisir 16 Desa.
Pemerintah daerah setempat yang sudah menelusuri hasil ini begitu terkejut bagaimana aktivitas pembangunan ini bisa berlangsung tanpa sedikitpun diketahui selama ini. Membuat akhirnya penelusuran bagi pihak siapa telah melakukan kegiatan illegal ini namun, belum kunjung menemui titik terang.
2. Pembangunan Ilegal di Kawasan Pemanfaatan Umum
Setelah diketahui adanya pembangunan tersebut dan diketahui itu berada di Kawasan pemanfaatan umum perairan. Di mana telah tercantum dalam Peraturan Provinsi Banten No.1 Tahun 2023 berisi mengenai rencana tata ruang sudah ditetapkan sebelumnya.
Pagar laut 30 km ini tentu menjadi hal sangat melanggar Perda tersebut dan haru dilakukan penindakan tegas. Lantaran tidak bertuan pagar misteriur tersebut nyatanya membentang di wilayah pesisir 6 Kecamatan dan 16 Desa yang warganya berprofesi sebagai nelayan serta pembudidaya.
Pagar tersusun cukup rapi itu terbuat dari bambu berjajar melintang dan menghalangi Kawasan perairan tersebut. Seolah ingin memisahkan daerah satu dan lainnya untuk kepentingan satu pihak yang membangunnya.
Sehingga hal tersebut juga secara tidak langsung mengganggu aktivitas melaut nelayan. Karena akibat pagar laut 30 km tersebut para nelayan harus rela memutar lebih jauh lagi untuk mencapai daerah perairan memperoleh hasil ikan.
3. Pengakuan Tegas KKP Kegiatan Pelanggaran Aturan
Pada dasarnya setiap lokasi atau kekuasaan negara tentu tidak bisa secara sembarang dipergunakan untuk kepentingan pribadi. Baik itu di wilayah darat atau perairan yang mungkin terkesan jarang penjagaan dilakukan.
Adanya kasus pagar misterius ini membuat Kementrian kelautan dan Perikanan RI kembali menegaskan aturan dasar. Bahwa di mana jika ada kegiatan yang tidak mendapat izin dengan dasar Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) adalah kegiatan pelanggaran hukum.
Pembangunan pagar laut 30 km itu otomatis termasuk dalam pelanggaran hukum penggunaan Kawasan perairan tidak sesuai izin. Kusdiantoro, selaku Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut (DJPKRL) juga menjelaskan terkait kasus ini.
Di mana ia menganggap itu juga merupakan salah satu bentuk upaya dilakukan seseorang memperoleh hak di Kawasan perairan tersebut secara ilegal atau tidak sah. Selain mengancam keadilan akses publik itu ternyata juga berpotensi akan merusak kekayaan hayati laut.
Sehingga tentu jika tidak dilakukan penanganan secara serius akan akibatkan hal lebih buruk kedepannya. Terutama bagi para nelayan lokal merasa terganggu akan hal ini yang menjadi kesulitan mendapat ikan.
4. Tindak Lanjut Akan Dilakukan Pemerintah
Pagar laut 30 km itu tentunya masih menjadi tanda tanya hingga saat ini terkait siapa pemilik sebenarnya. Karena untuk melakukan tindakan perobohan atau pencabutan itu tentu harus menunggu kejelasan dari pemilik sebenarnya terlebih dahulu.
Karena untuk mengetahui apakah pembangunan pagar tersebut sudah mendapat izin sesuai atau belum. Dan nantinya jika belum maka otomatis akan langsung segera dilakukan pencabutan dari wilayah perairan tersebut.
Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono mengungkapkan tindak lanjut dari pagar laut 30 km di Tangerang, Banten. Menjelaskan bahwa sudah mengirimkan perintah kepada Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) untuk meninjau langsung.
Untuk mengetahui dengan sebenarnya apa terjadi dan terutama siapa pemilik dari pagar setinggi 6 meter tersebut. Sempat beredar kabar itu ada kaitannya dengan Proyek Strategis Nasional (PSN) di PIK 2 yang dimiliki oleh Sugianto Kusuma seorang konglomerat.
Meski sudah dilakukan penyelidikan semendalam mungkin dan cukup lama tetapi hingga kini masih belum menemui titik terang pemilik sebenarnya. Tentu sangat diperlukan tindakan segera karena keberadaannya mengganggu aktivitas nelayan setempat akibat pagar laut 30 km misterius tersebut.